19 September 2008

Tegur Sapa

Lama tak bersua, lama tak menyapa, tak menuliskan kata-kata, rasanya kangen juga. Pekerjaan di kantor, di sekolah, tugas kuliah rasanya mengejarku tak ada habisnya. Bulan ramadhan pun berlalu tanpa kesan seperti sebelumnya.
Hm, bagaimanapun mengeluh tak ada gunanya.
Setidaknya, tulisan ini masih bisa menjadi satu dari sekian jejak kehadiranku di dunia, juga dunia maya ini tentu saja.
Salam

12 September 2008

Pindah

Dalam pelajaran biologi, aku ingat bahwa bergerak adalah salah satu ciri makhluk hidup. Demikian halnya dengan manusia.
Tapi benda mati semacam kantor pun ternyata bisa bergerak, alias pindah. Sayangnya, kalau kantor-nya pindah, dia gak bisa bergerak atau pindah sendiri. Memang kantor bukan makhluk hidup kan ya.... Jadilah aku, sang penghuni kantor yang bergerak.
Baiklah, aku memang mesti berterima untuk beres-beres gara sang kantor pindah. (Jadi gak bisa posting banyak-banyak nich, hiks..hiks....)

10 September 2008

Blog Baru

Sudah cukup lama aku bertemu dengan seorang teman yang menyatakan minatnya untuk kembali melanjutkan studi. Meski waktu itu kami mengobrol di ambang pintu, topiknya masih terngiang di kepalaku hingga sekarang. Kami bicara tentang keilmuan yang kurang berkembang, terkikis oleh segala macam rutinitas dan beban kerja.
Akhirnya kuputuskan untuk melakukan satu hal yang bisa memotivasiku mendalami duniaku, langkah pertamanya, ya, membuat blog baru tentang bidang yang kudalami selama ini, tentang bahasa dan sastra. Target awalku sederhana saja, minimal setiap minggu ada satu tulisanku diposting di sana, entah tentang bahasa, sastra, atau aplikasi keduanya.
Yakinku, langkah pertama ini positif bagiku, juga bagi orang-orang yang berminat terhadap dunia bahasa dan sastra. Semoga.

06 September 2008

Nama dan Cerita

Kuliah minggu pertama di semester ini terlalui sudah. Sekian peristiwa berikut eksesnya kini menjadi bagian dari sejarah. Setidaknya, sejarah pribadiku tentu saja.
Dosen dan mata kuliah baru dengan sekian teori dan paradigma keilmuan yang menyertainya. Dengan kebiasaan dan karakter yang melekatinya. Melahirkan sejumlah tugas dan beban kuliah yang terus bertambah.
Aku tak berniat mengeluh tentunya. Melakukan studi kasus, menulis sejumlah makalah, membaca belasan buku teks, lagi, dan lagi.
Kamis lalu, seorang dosen berbicara tentang pembentukan karakter dengan menggebu-gebu. Akibatnya, aku malah kepikiran tentang karakter-karakter dosen-dosen pengampu mata kuliah yang kuikuti. Seperti judul album Peter Pan yang sekilas kubaca siang tadi -jika aku tak salah menyimaknya- satu nama sebuah cerita, setiap orang dalam hidup kita membawa ceritanya sendiri-sendiri. Beberapa mungkin meninggalkan jejak yang melekat kuat di memori kita, sebagian lagi lalu begitu saja tanpa kesan yang berarti.
Dan namaku, entah melahirkan cerita yang bagaimana bagi mereka, bagi Anda....

03 September 2008

Tempias Kelabu

ruang itu lengang
berpagar kenangan
kegalauan

lewat udara
deru waktu
sekian jarak tertempuh

melebur di butiran pasir, berserak lokan dan kekosongan
selesai;
sedemikian

September (tak) Ceria

Jika mengingat bulan September, aku teringat sebuah lagu berjudul September Ceria, meski aku hanya mampu mengingat dua kalimat pada bagian reff-nya saja. Namun, sepertinya lagu itu bertolak belakang dengan apa yang kualami. September hari pertama yang bersamaan dengan Ramadhan hari pertama menyisakan kenangan yang sama sekali tak bisa kusebut ceria.
Untuk pertama kalinya sejak aku lulus sekolah menengah pertama aku bertengkar hebat dengan adikku. Masalah awalnya sepele, sederhana, dan tak kuduga akan berakhir menyakitkan sedemikian rupa. Apalagi terjadi di meja makan saat kami menikmati buka puasa hari pertama. Selera makan otomatis lenyap entah kemana.
Kata-kata yang melukai, sikap yang tak peduli, sungguh-sungguh kuherankan mengapa bisa sampai terjadi. Kedua orang tuaku gerah juga karenanya. Meja makan pun berubah jadi area diskusi yang penuh impresi. Pada akhirnya saat itu aku membongkar emosi yang kurasakan sejak masa kanak-kanakku dulu. Aku mengupas selapis demi selapis pola asuh orang tuaku dan implikasinya terhadap sikapku, karakterku, juga terhadap adikku.
Aku membeberkan segalanya, semuanya, setuntas yang aku bisa, meski mungkin ada beberapa hal yang luput juga.
Aku sama sekali tak berminat melukai orang lain, apalagi keluargaku; tapi aku tetap memilih menjadi diriku sendiri tanpa dibebani dengan mimpi dan harapan orang lain, juga keluargaku.
Meski awal September-ku tak ceria, aku lega telah menumpahkan segala rasa pada mereka. Harapanku, aku dapat melalui September ini dengan sikap terbuka yang pada akhirnya mengundang sang ceria untuk datang menyapa.
alur hidup sungguh-sungguh tak bisa ditelisik, ya...?