30 November 2008

pindah

Kemarin sore aku berkunjung ke rumah kontrakan Maulida dan Bima. Namanya juga pindahan, segala sesuatunya masih berantakan. Ya barang, mungkin juga perasaan. Tiga malam lalu ketika kutelpon, maulida memintaku datang, tadi sore dia bilang banyak sekali yang perlu dibereskan. Hm, perubahan memang kadang membuat kita tak nyaman.

Aku pun merenungkan pengalamanku sendiri ketika pindah. Dulu, di pertengahan tahun 2003 aku pindah dari asrama kampus ke kos-kosan. Meski di asrama ada acara ngosrek yang kejam, ada Ibu Asrama yang galak tak kepalang ternyata meninggalkannya tetap membuatku sedih dan kehilangan. Tak ayal aku menangis merindukan teman-teman asrama yang beragam. Kehidupan mahasiswa yang tinggal di asrama tak semuanya menyenangkan, tapi tetap saja membangkitkan kerinduan. Setiap waktu aku bisa berkunjung dari satu kamar ke kamar lain, apalagi kalau ada teman yang baru mudik, wah surga makanan tak pernah bisa dilewatkan.

Di awal kepindahanku itu aku berpikir suasana kos-kosan sangat menyesakkan, individual, berkorelasi dengan kesepian. Maklumlah di asrama aku terbiasa dengan suasana ramai, jumlah penghuninya yang lebih dari 40 orang membuat. Namun, seiring berlalunya waktu, aku mulai kerasan tinggal di sana. Apalagi, beberapa waktu kemudian banyak kenangan manis yang tercipta. Di dapur ketika memasak bersama, ketika menonton tv, bahkan ketika bekerja bakti sesekali.

Pertengahan tahun 2004 aku pindah ke sebuah rumah kontrakan yang nyaman di kawasan Sukaluyu sana. Tiga ruang tidur, ruang tengah yang luas, ruang makan, kamar mandi dan dapur yang nyaman, plus halaman dengan beberapa tanaman hias. Benar-benar terasa “rumah”. Di sana aku tinggal bersama sahabatku sejak SMA dan keponakannya yang sebaya. Sayang, jarak antara rumah dan kampus membuatku merasa payah. Belum lagi beberapa waktu kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan harga bahan bakar. Setahun kemudian, mengingat aku harus banyak berkunjung ke perpustakaan dan bimbingan skripsi, jadilah aku pindah kembali ke daerah atas. Ke kosan-ku sebelumnya.

Setiap kali pindah, barang-barangku selalu bertambah, entah barang itu memang benar-benar berguna atau malah sampah yang kupertahankan atas nama kenangan. Dan setiap kali pindah, ruang hatiku pun terisi sosok-sosok yang tak sama dari sebelumnya. Meski tak ayal, pada saat tertentu mereka berkelindan pada saat yang bersamaan dalam benak, entah mengapa...

Menariknya, selama itu aku berbagi ruang dengan orang-orang secara bertahap. Ketika di asrama setiap kamar dihuni oleh empat orang, masing-masing mendapat fasilitas lemari, tempat tidur, dan meja belajar. Kami berbagi satu kamar mandi. Memang tak cukup ruang untuk privasi, tapi efeknya kami tak pernah merasa kesepian. Meski tentu saja ada waktu dimana aku merasa ingin sendiri tanpa terganggu.

Tahun berikutnya, pada saat pertama kali menyandang status anak kosan, aku berbagi ruang dengan seorang teman. Ratih namanya. Dia cerewet sekaligus baik hati, setiap malam menjelang tidur, dia bercerita tentang apa saja, seringkali setengah mengantuk aku mendengarkan, sampai kemudian terlelap dan tak terlalu ingat apa yang dikatakannya. Beberapa kali kami saling berdiam jika merasa kesal, untuk tak lama kemudian saling berbagi kembali seperti halnya saudara. Lalu, pernah suatu kali kami bersitegang cukup pelik. Untungnya waktu itu dia mudik ke Solo sehingga ada waktu bagi kami untuk saling merenung. Situasi kami tak enak saat itu. Lagi-lagi sang waktu yang melekatkan kembali hati kami. Kini dia mengikuti suaminya terkasih yang bertugas di Aceh sana.

Ketika tinggal di rumah Sukaluyu aku tak merasa tinggal sebagai anak kosan. Mungkin karena aku tinggal dengan sahabat yang sudah seperti saudara sendiri. Tinggal bersama Fiskiyya dan Fitria menjadi momen berwarna dalam fase hidupku. Fisq yang menikah dengan Yoga pada Agustus lalu, kini tinggal di Indramayu, sedangkan Fitri yang berkarir sebagai Manajer Pemasaran di sebuah perusahaan masih menjadi anak kos di kawasan Sukaluyu, meski tidak tinggal di rumah yang kami huni dulu.

Baru pada penghujung tahun 2005 aku menikmati ruangku sendiri. Ruang yang merekam sebagian besar sejarah hidupku selama lebih dari tiga kali seribu hari belakangan ini. Selepas ini, entah kemana lagi aku berpindah. Hanya saja, ketika suatu hari nanti aku pindah dari tempat ini, semoga saja hatiku tak ikut berpindah lagi.

27 November 2008

mengenangmu,

"met h4r! guru, moga panj4ng umur slalu a9ar mak!n banyak b4ktimu tuk nus4 dan b4ngs4!"*
Dua hari lalu, adikku yang kelas 1 SMP mengirimkan pesan pendek itu, yang mau tidak mau mengingatkanku pada sosok guru, guruku di masa lalu, dan pada statusku sendiri, yang pada saat tertentu -sehari dalam seminggu- berprofesi sebagai guru.
*teringat kembali selepas menyambangi catatan sang pejalan jauh.

akhirnya...




Akhirnya….

Setelah beberapa minggu merumuskan proposal siang tadi aku dan teman-teman mengikuti seminar. Dari 28, hanya seorang saja kawan di kelasku yang tidak mengikuti seminar proposal hari ini.

Dua tahun lalu, sewaktu menyusun skripsi, berat badanku turun dari 47 menjadi 43 Kg. Hm, mudah-mudahan proses penyusunan tesis nanti tak semakin menyusutkan berat badanku yang semakin tipis.

Lihatlah, raut kawan-kawan seperjuangan tadi siang. Ada wajah-wajah yang menanti, wajah yang gelisah, lebih banyak yang raut wajahnya biasa-biasa saja....

22 November 2008

cintakah..?

pada salah satu sesi kursus filsafat yang kuikuti, seorang pemateri berkata bahwa cinta adalah bentuk lain dari hasrat manusia untuk menguasai, mungkin sesuatu, atau boleh jadi seseorang.

aku pun teringat kisah seorang perempuan. usianya sebaya denganku. bedanya, ketika kawan-kawannya melanjutkan studi selepas sma, dia memilih untuk menikah.
hari berganti, waktu pun berlalu. kurang lebih setahun setelah pernikahannya, ia melahirkan seorang bayi.

lama tak terdengar kabar. sekalinya berita tentang dia terbawa udara, bukan cerita indah yang mengemuka. "ia terkena musibah," seorang kenalan berkata. bukan sakit fisik yang ia derita, bukan pula bencana alam yang menimpa. ia terluka semata karena statusnya sebagai istri dari suami yang dipenjara karena terlibat kasus narkoba.
di gedung penjara itulah kisahnya bercerita. ketika ia menuturkan kehendak untuk bertemu suami kepada sipir penjara. statusnya sebagai istri diragukan sang sipir. mereka pun bersitegang karenanya. perempuan itu masih mengira bahwa kerigidan sang sipir hanyalah bagian dari prosedur penjara saja. sampai pada akhirnya sipir itu berkata "kalau kamu istrinya, perempuan yang di dalam itu siapa?"
di ruang besuk penjara perempuan itu bersitatap dengan istri suaminya. "demikiankah cinta?" mungkin dengan kuyup hati kecilnya bertanya.
untuk temanku yang tengah menunggu...
hari ini,
kutemui lagi satu elegi.
tapi,
tak ada dari diri ini yang lekas
untuk kemudian bergegas

berhasrat meninggalkan lengang
lari dari kata yang berbatas ruang

berandai bukan hampa yang menjadi jawabannya

19 November 2008

kangen

kangen pada banyak momen yang tak lagi kujalani.
menulis catatan harian,
membaca novel,
menonton film,
jalan-jalan ke toko buku,
kumpul-kumpul bareng teman,
dan seribu satu macam (hiperbolis abis nich...) klangenan lainnya.

hm,
duhai sang waktu,
mengapa cepat nian dikau berlalu???

07 November 2008

obama, julukan, dan tesisku

Sejak 4 November kemarin hingar-bingar televisi ramai membicarakan Obama, sang Presiden Amerika terpilih. Beberapa media, baik elektronik maupun cetak ramai-ramai menyebutnya "anak menteng". Entahlah, sang Obama sendiri berkenan atau tidak dengan sebutan itu, hanya Tuhan yang tahu.
Beberapa orang kerap menjuluki orang lain dengan sebutan yang arbitrer, yang manasuka, meski memang ada hal-hal yang bisa dijadikan kaitan. Teman-teman kuliahku dijuluki dengan bidang kajian tesis masing-masing. Seorang teman yang tergila-gila pada semiotik digelari Teh Semiotik, kawan lain yang menggarap karya seni tradisional Gaok, dipanggil Om Gaok, yang lainnya lagi, Postkolonial, Bekisar Merah, Gurindam 12, dan sebagainya.
Aku sendiri tak punya identitas yang jelas, karena sekali waktu aku bicara berbusa-busa tentang bilingualisme, pada saat lain aku tergila-gila pada pragmatik, lain waktu lagi aku jatuh cinta tak terhingga pada sastra. Hm, untunglah, dengan demikian aku tak dijuluki macam-macam, hehehe.... Sedihnya, aku belum juga memutuskan untuk menentukan kajian spesifik untuk tesisku, hiks hiks....