Judul : The Dante Club
Penulis : Matthew Pearl
Penerbit : Q-Press, Bandung, Agustus 2005
Tebal : 616 halaman
Cetakan : Pertama
Tahun 1865, di kawasan Boston, empat sastrawan besar Amerika, Henry Wadsworth Longfellow, Oliver Wendell Holmes, James Russell Lowell, Oliver Wendell Holmes, dan J.T Fields mengerjakan proyek literasi fenomenal. Dengan bendera The Dante Club mereka menerjemahkan Divina Commedia karya Dante Alieghieri (1265-1321), sastrawan Italia yang kontroversi.
Bersamaan dengan itu, serangkaian pembunuhan kejam yang diilhami adegan-adegan dalam inferno terjadi. Artemus Prescott Healey, Ketua Kehakiman Boston menjadi korban pertama. Korban kedua Elisha Talbot, Pendeta Gereja Unitarian Kedua di Crambridge. Lalu Phineas Jennison, pebisnis baru paling kaya di Boston menjadi korban ketiga. Healey ditemukan mati dengan ribuan belatung dan serangga di tubuhnya. Talbot ditemukan dalam lubang di ruang bawah tanah Gereja dengan posisi tubuh terbalik dan kedua kaki terbakar hangus. Sementara Jennison ditemukan di benteng tua dengan posisi tubuh tergantung dan tercabik seperti dikuliti.
Diantara birokrasi pemerintah dan kepolisian yang belum mapan, Nicholas Rey, polisi berkulit hitam pertama di Boston, berusaha mengungkap dan menemukan pelaku pembunuhan ini. Campur tangan Biro Detektif yang mengejar hadiah dan uang, serta statusnya sebagai mullato membuatnya kerap terjepit dalam situasi sulit dan terjebak birokrasi berbau rasial.
The Dante Club menerjemahkan Divina Commedia dengan goresan tinta, sementara sang lucifer-sebutan The Dante Club untuk sang pembunuh- menerjemahkan karya Dante dengan darah korbannya. Proyek The Dante Club terancam, diam-diam mereka menyelidiki motif dan pelaku pembunuhan yang menyiratkan ke-Dante-an tersebut.
Dr. Augustus Manning, Bendahara Korporasi Harvard menganggap The Dante Club berusaha menyebarkan kesusastraan asing ke kota Boston yang ajarannya dianggap akan meresahkan masyarakat. Menurutnya bahasa dan sastra modern-seperti Italia-bermutu rendah. Merasa bertanggung jawab untuk mempertahankan reputasi universitas, Manning menyewa Detektif untuk memantau kegiatan The Dante Club.
Novel thriller ini diwarnai kegetiran hidup para veteran perang dan imigran dengan berbagai latar belakang. Belatung-belatung menjijikan, serangga-serangga mematikan. Kekakuan dunia akademis dan menara gading universitas. Pertanyaan falsafati tentang hakikat karya sastra, mengalir dan memukau dalam karya perdana Matthew Pearl ini.
Pearl menyatukan latar dan psikologis tokoh dengan memikat.
...tempat angin dingin menerjang bangunan batu bata tua itu. Dia merasakan kabut tebal berjelepak, dan tak tahu apa yang harus dilakukannya. Lalu lonceng berdentang dari segenap penjuru alam semesta. Dan Rey berlari. (Hal: 344).
Apik dalam menghadirkan gejolak perasaan tentang kehidupan .(Hal: 347).
Selalu saja ada godaan untuk percaya bahwa dunia sekedar perangkap agar manusia berbuat dosa. Tetapi hanyalah kegagalan untuk menegakkan sebuah hukum yang sempurna. Bagi kakek moyangnya, misteri besar kehidupan itu adalah dosa itu sendiri. Bagi Dr. Holmes, misteri itu adalah penderitaan. Dia tidak pernah berharap menyingkapnya terlalu banyak. Kenangan pekat, keceriaan dan gejolak tawa yang berlebihan, melekat erat pada pikiran linglung Holmes ketika dia menatap ke depan.
Pearl juga mengungkapkan pemikirannya tentang Dante, sumber inspirasinya.
Dante dengan membedah orang lain, meminta kita untuk saling mengenal. Dante menulis puisi untuk membebaskan kita dari sang waktu ketika kematian tak bisa dipahami. Dia menulis untuk memberi kita harapan hidup ketika kita tak memiliki apapun... (Halaman 378)
Novel yang diapresiasi dan direspon banyak kalangan ini mengambil tokoh utama para sastrawan besar Amerika yang hidup pada tahun 1800-an. Situasi politik ekonomi, keadaan pasca-perang saudara, menjadikan karya sastra ini produk literasi yang banyak diminati pembaca dunia. Diakhir novel ini dilontarkan beberapa pertanyaan sebagai bahan diskusi untuk pembaca.
Sastra yang menghembuskan nafas kehidupan dan kematian, yang dapat membelenggu dan juga dapat membebaskan....
(tulisan ini pernah dimuat tabloid kampus, waktu aku masih aktif di persma dulu.)
Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan
30 Oktober 2008
05 Agustus 2008
Dari Elegi hingga Eksistensi
Judul : Area X, Hymne Angkasa Raya
Tebal : xxiv+368 halaman
Pengarang : Eliza V Handayani
Penerbit : DAR Mizan
Cetakan Kesebelas : Juli 2003
Di tengah dunia yang dikuasai teknologi tinggi, di abad teknologi informasi, masyarakat membutuhkan jaminan besar dari energi dan masalah sosial yang tidak hanya melibatkan makhluk bumi.
Adalah seorang Elena Valeria, mahasiswi pascasarjana, putri psikolog analis terkemuka yang mendedikasikan dirinya pada misteri dan fenomena UFOlogi. Tantangan dari keluarga justru membuatnya semakin tegar dan konsisten dengan pilihannya. Keyakinan telah membuatnya berkorban banyak. Ia bahkan banyak tak sepaham dengan sahabat-sahabatnya sendiri. Kesunyian, kesepian tanpa dukungan, penolakan, prasangka, merupakan dera dan kepedihan yang mewarnai pilihan jalan hidupnya.
Namun, Elly, panggilan akrab Elena, tetap teguh memegang prinsip dan pendiriannya. Penolakan demi penolakan justru menguatkan tekadnya untuk benar-benar menguak tabir UFOlogi. Kesendirian dan kesunyiannya bermuara pada seorang Yudho yang juga tengah terombang-ambing didera petualangan yang menyeretnya pada pelarian demi pelarian.
Seorang Elly pada akhirnya juga menyadari bahwa arti kuat yang sesungguhnya adalah bukan menafikan pedih dan luka yang dirasakan. Kuat adalah justru berterima terhadap kenyataan dan perasaan sendiri. Pengakuan dan kerelaan untuk menerima dan menyadari bahwa ternyata kita lemah dan kerap rapuh sebagai manusia, tidak lantas mengabaikan dan menolak perasaan kecewa atau pun luka. Tapi cukup tabah menerima setiap kenyataan yang ada, dengan tetap berusaha untuk bangkit dan berusaha mengejar tujuan dan impian kita.
Mereka, Elly dan Yudho, menemukan kasih pada satu sama lain meski kerap diwarnai ego, tetapi mereka sadar bahwa meskipun mereka kerdil dan terbatas, mereka bukan tanpa arti, mereka punya makna, memiliki sesuatu yang menjadikan mereka eksis di bumi. Mereka sadar manusia dengam kombinasi jiwa, hati, dan pikiran yang menjadi nalarnya, memosisikannya sebagai makhluk yang istimewa di jagat raya. Manusia tidak pernah sendiri di antara sekian banyak fenomena bintang dan luar angkasa.
Novel ini memiliki nuansa yang berbeda dari novel kebanyakan. Futuristik, menarik, dan menggiring pembaca untuk terlibat dalam cerita. Merasakan keterasingan, ketakutan, getir, dan kesepian tokoh-tokohnya. Cinta yang terejawantahkan diam-diam di antara teror dan gelombang kematian yang mengincar. Mengkristal tanpa harus ada kemesraan fisik secara klasik. Tulus dan apa adanya. Menggetarkan emosi.
Boleh jadi alur cerita terasa sulit dicerna, terutama pada bagian awal cerita. Istilah-istilah keilmuan dan penjelasan tentang banyak teori science bertebaran di sana sini. Uraian-uraian dan perdebatan seperti yang banyak ditemukan di ruang kuliah dan diskusi-diskusi yang mungkin bisa menjenuhkan sebagian pembaca. Namun, Area X merupakan menu istimewa di antara sekian sajian khasanah sastra Indonesia. Saya rasa Anda akan menemukan banyak nuansa di dalamnya. Selamat membaca!
Tebal : xxiv+368 halaman
Pengarang : Eliza V Handayani
Penerbit : DAR Mizan
Cetakan Kesebelas : Juli 2003
Novel ini bercerita tentang naluri dasar manusia untuk mencari identitas diri guna menunjukkan eksistensinya. Seorang Yudho yang memimpikan petualangan namun justru menemukan bahwa petualangan yang ditemuinya tidak seindah yang ia impikan. Yudho mendapati konsekuensi logis dari mengetahui sesuatu yang hebat tidaklah mudah; taruhannya adalah hidupnya sendiri dan juga hidup orang-orang disekelilingnya. Penemuan akan arti hidup dan arti mencintai tanpa pretensi dalam petualangan yang tak terbayangkan.
Di tengah dunia yang dikuasai teknologi tinggi, di abad teknologi informasi, masyarakat membutuhkan jaminan besar dari energi dan masalah sosial yang tidak hanya melibatkan makhluk bumi.
Adalah seorang Elena Valeria, mahasiswi pascasarjana, putri psikolog analis terkemuka yang mendedikasikan dirinya pada misteri dan fenomena UFOlogi. Tantangan dari keluarga justru membuatnya semakin tegar dan konsisten dengan pilihannya. Keyakinan telah membuatnya berkorban banyak. Ia bahkan banyak tak sepaham dengan sahabat-sahabatnya sendiri. Kesunyian, kesepian tanpa dukungan, penolakan, prasangka, merupakan dera dan kepedihan yang mewarnai pilihan jalan hidupnya.
Namun, Elly, panggilan akrab Elena, tetap teguh memegang prinsip dan pendiriannya. Penolakan demi penolakan justru menguatkan tekadnya untuk benar-benar menguak tabir UFOlogi. Kesendirian dan kesunyiannya bermuara pada seorang Yudho yang juga tengah terombang-ambing didera petualangan yang menyeretnya pada pelarian demi pelarian.
Seorang Elly pada akhirnya juga menyadari bahwa arti kuat yang sesungguhnya adalah bukan menafikan pedih dan luka yang dirasakan. Kuat adalah justru berterima terhadap kenyataan dan perasaan sendiri. Pengakuan dan kerelaan untuk menerima dan menyadari bahwa ternyata kita lemah dan kerap rapuh sebagai manusia, tidak lantas mengabaikan dan menolak perasaan kecewa atau pun luka. Tapi cukup tabah menerima setiap kenyataan yang ada, dengan tetap berusaha untuk bangkit dan berusaha mengejar tujuan dan impian kita.
Mereka, Elly dan Yudho, menemukan kasih pada satu sama lain meski kerap diwarnai ego, tetapi mereka sadar bahwa meskipun mereka kerdil dan terbatas, mereka bukan tanpa arti, mereka punya makna, memiliki sesuatu yang menjadikan mereka eksis di bumi. Mereka sadar manusia dengam kombinasi jiwa, hati, dan pikiran yang menjadi nalarnya, memosisikannya sebagai makhluk yang istimewa di jagat raya. Manusia tidak pernah sendiri di antara sekian banyak fenomena bintang dan luar angkasa.
Novel ini memiliki nuansa yang berbeda dari novel kebanyakan. Futuristik, menarik, dan menggiring pembaca untuk terlibat dalam cerita. Merasakan keterasingan, ketakutan, getir, dan kesepian tokoh-tokohnya. Cinta yang terejawantahkan diam-diam di antara teror dan gelombang kematian yang mengincar. Mengkristal tanpa harus ada kemesraan fisik secara klasik. Tulus dan apa adanya. Menggetarkan emosi.
Boleh jadi alur cerita terasa sulit dicerna, terutama pada bagian awal cerita. Istilah-istilah keilmuan dan penjelasan tentang banyak teori science bertebaran di sana sini. Uraian-uraian dan perdebatan seperti yang banyak ditemukan di ruang kuliah dan diskusi-diskusi yang mungkin bisa menjenuhkan sebagian pembaca. Namun, Area X merupakan menu istimewa di antara sekian sajian khasanah sastra Indonesia. Saya rasa Anda akan menemukan banyak nuansa di dalamnya. Selamat membaca!
Langganan:
Postingan (Atom)