07 Agustus 2008

Merdeka!!!

Judul “merdeka” kutulis bukan karena berniat nyeleneh merayakan kemerdekaan sepuluh hari lebih cepat pada tanggal 7 Agustus ini. Namun, aku sedang memikirkan makna kata “merdeka” itu sendiri. Iseng kubaca di KBBI, arti kata “merdeka” adalah bebas (dari perhambaan, penjajahan) ; berdiri sendiri; tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; dan leluasa.

Kata “merdeka” itu kepikiran terus akibat satu pesan pendek dari temanku. Begini nih awal ceritanya:
“Sen, tanggal 17 Ita ga bisa ikut, ih bete banget.” Semalam pesan pendek itu mampir di ponselku. Seketika ingatanku beralih pada rencana tanggal 17 Agustus mendatang bersama beberapa orang kawan untuk pergi kemping dan melaksanakan upacara bendera (patriotik abis, ya?) di kota Garut sana. Acaranya lebih banyak bersenang-senang tentu saja. Dan kawanku yang satu ini berniat melepas kesempatan tersebut karena pekerjaannya yang kupikir sudah keterlaluan. Bagiku itu suatu ironi. Sudah mah hari minggu, tanggal 17 Agustus pula, eh, dia tetap mesti kerja, katanya hari merdeka....

Nah aku pun jadi kepikiran kalau temanku belum merdeka karena “dijajah” pekerjaannya; sadis banget ya, istilahnya? Aku pun jadi berpikir tentang diri sendiri, aku sudah merdeka belum, ya? Jangan-jangan aku juga masih sering dijajah pekerjaan, diperbudak uang, ditaklukkan kemalasan, terikat oleh seribu satu macam kewajiban, bergantung pada satu atau sekian hal, terikat pada rutinitas yang itu-itu saja. Takutnya, diriku juga telah terpenjara pada aku yang bukan diriku. Entahlah aku malah dibuat pusing oleh sekedar kata “merdeka” saja.

Tiba-tiba aku berpikir sederhana: aku mau berpusing ria memikirkan kata “merdeka” atau tidak, mungkin di titik itu pun aku telah benar-benar merdeka. Merdeka untuk memikirkan kata “merdeka”. Dan sebaliknya, aku bebas merdeka untuk tidak memikirkan kata “merdeka”. Merdeka dengan apa yang kupunya, merdeka dengan apa yang kupikirkan, merdeka dengan apa yang kurasakan....

Bagaimanapun aku benar-benar berharap Ita merasa sungguh-sungguh merdeka ketika memilih untuk tetap bekerja dibandingkan mengikuti upacara bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama kawan-kawan tercinta di puncak bukit sana.
Merdeka!!!

2 komentar:

Lida Handayani mengatakan...

Hahaha, bener Sen, aku setuju banget nih sama posting ini. Ironis sekali, di saat hari kemerdekaan, seorang 'buruh' harus terjajah oleh pekerjaannya. Sialan banget an****!

IDA NUR'AENI mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.